Hai, di sini Ranku Kurogane!
Bisa dibilang ini adalah lanjutan dari 'Who Are You?'. Aww, seandainya pengalaman ini bisa dibuat novel–dasar otak sastra. Penyakit Ranku Kurogane yang manis nan cerdas ini kambuh lagi. Hahaha, kuselesaikan dulu Tell Me. Oke, sebenarnya ada apa dengan tanggal 28 Maret? Alias 20 hari setelah tragedi 'Who Are You?' itu? Rahasia Ilahi. Nothing much to say, check it out!
.
.
.
"Mimpi itu adalah kebalikan dari kenyataan yang akan terjadi."
– Alifia Arrahmani, alias Riri Hizaki, my only soulmate.
.
"Mimpi itu adalah kebalikan dari kenyataan yang akan terjadi."
– Alifia Arrahmani, alias Riri Hizaki, my only soulmate.
.
.
.
28 Maret 2014.
Oke, awal-awalnya aku bangun pagi. Bukan, ini bukan pagi banget–udah menjelang siang. Jam 11 pagi. Hebat, aku udah bengong aja. Benar-benar bengong. Bagaimana nggak bengong? Mimpiku jelek banget. Nggak ingat sebagian besar isinya apa, tapi aku ingat intinya. Aku berantem sama seorang cowok yang bahkan aku nggak mau sampai punya masalah sama dia.
Siapa lagi kalau bukan Kak Terry?
Err, aku bahkan nggak mau punya masalah sama siapapun, sih. Cuma, mulutku jagonya berdebat dan aku paling takut bikin Kak Terry marah gegaranya. Oke, mimpi macam apa, nih?
.
.
.
Beberapa jam kemudian.
Bisa dibilang, kalau Kak Terry sering banget BBM aku. Entah apa maksudnya–yang sekarang aku tahu maksudnya apa. Sesuai dengan pernyataanku di 'Who Are You?', topik kita itu aneh-aneh. Kali ini, habis ngebahas Fur Elise-nya Beethoven, tiba-tiba dia nanya begini.
"Waktu itu... Kamu pernah bilang kalau kamu suka sama anak kelas 12. Kalau boleh tahu, siapa sih, orangnya?".
Oh. Sekarang aku paham maksud mimpiku.
Buset, nanya lagi?
Jadi, pernah sekali gitu, aku tulis di status BBM, 'daisuki' alias 'aku suka kamu'. Tentunya, itu buat Kak Terry. Kecenya, dia nanya. Dan, sekarang dia nggak ujuk-ujuk nanya lagi? Shit just got real. Waktu itu, aku lagi bad mood. Jadi, reaksiku nggak seperti biasanya–kiranya, aku mengintimidasi Kak Terry.
"Kubalik pertanyaannya dulu, kenapa kakak mau tahu?".
"Mau tahu aja, Ran.".
Argh, sudah cukup dengan aksi cukstaw.
Aku benar-benar naik darah–kalau mau jujur. Bukannya aku berprangsaka buruk duluan, tapi aku nggak suka kalau orang campur tangan dengan urusanku. Meskipun ini bodohnya kuadratdikuadratin lagi. Yang dia tanya, bahkan jawabannya dia sendiri! Aduh.
Terlanjur marah, aku langsung meresponnya dengan dingin. Nggak ketara karena itu lewat BBM? Bagus, karena sisi dinginku benar-benar menyeramkan.
"Di balik alasan mau tahu itu pasti ada alasan lagi. Ada alasan dibalik mau tahunya itu.".
Seketika, pikiranku kosong. Seperti biasanya. Kalau aku marah, aku berbicara sesuai dengan emosiku, bukan pikiran lagi. Aku nggak perduli lagi kalau akhirnya Kak Terry tahu aku suka sama dia. Terlalu cepat, karena niatku mau ngekode habis dia UN. Tapi, serius.
Aku. Nggak. Kuat. Lagi.
Berimbang dengan rasa gundah yang sampai-sampai membuatku merinding nggak karuan–serius. Aku merinding. Adrenalinku seakan-akan terpancing. Tapi, secara aku suka menantang adrenalinku, aku nggak merasa khawatir sama sekali. Dan, ketakutan itu menghilang seketika. Ketegangan kuperlakukan seperti makanan sehari-hari–aku begitu menikmatinya.
Masa laluku sama Ilham terulang lagi? Bring it on.
Oke, deh. Sekarang nggak mau aku pakai istilah-istilahan.
"Jadi, alasan spesifik, nih?".
"Ya." My God, aku benar-benar ketus. Itu jawabannya dengan nada rendah, lho.
"Kalau aku kasih tahu, kamu mau ngasih tahu siapa orangnya?".
Ah, justru aku yang harusnya nanya. Kamu siap kutembak, kah?
"Iya.".
"Oke, saya siap. Alasannya yah, jujur, saya cemburu.".
Swear, aku langsung terbelalak. Satu kata dalam pikiranku.
Bodoh.
Satu reaksi setelahnya. Aku langsung tertawa a la psikopat.
"HAHAHAHA!".
Berimbang pernyataanku dalam hati:"AHAHAHAHA, PERASAAN GUE TERBALAS GITU? ANJRIT, GILA BANGET! AHAHAHAHA!". Sumpah, coret. C-O-R-E-T. Aku benar-benar tolol.
Yang seharusnya didefinisi gila itu aku.
Aneh, 'kan aku? Untung nggak ada orang tuaku di kamar. Kalau ada, mereka pasti menoleh ke arahku dengan tatapan heran seakan-akan anaknya sudah sakit jiwa. Well, psikopat sendiri artinya sakit jiwa, 'kan.
Dear my ally, you'll have a psychopath girlfriend.
Tapi, pura-pura jaim di depan dia–atau bisa dibilang itu sifat 'tameng', jadi nggak bisa kubilang pura-pura–aku balas saja seadanya.
"Tunggu dulu. Jadi, kakak suka sama saya?".
"Jangan shock, Ran. Ah, maunya sih habis UN. Yah, kecepetan, deh.".
Ngapain? Itu sama saja aku nggak bisa melihatmu lagi.
"Hahaha, jadi sekarang aku nggak perlu takut untuk kehilangan lagi, begitu? Yang kusukai itu kakak.".
Aku mau tahu apa reaksi mukanya waktu membacanya.Gyahahaha.
Oh, jadi, semuanya terjawab.
Blablabla. Nggak akan kuceritakan semuanya secara rinci. Intinya, aku benar-benar ... Bahagia. Ya.
Aku benar-benar naik darah–kalau mau jujur. Bukannya aku berprangsaka buruk duluan, tapi aku nggak suka kalau orang campur tangan dengan urusanku. Meskipun ini bodohnya kuadrat
Terlanjur marah, aku langsung meresponnya dengan dingin. Nggak ketara karena itu lewat BBM? Bagus, karena sisi dinginku benar-benar menyeramkan.
"Di balik alasan mau tahu itu pasti ada alasan lagi. Ada alasan dibalik mau tahunya itu.".
Seketika, pikiranku kosong. Seperti biasanya. Kalau aku marah, aku berbicara sesuai dengan emosiku, bukan pikiran lagi. Aku nggak perduli lagi kalau akhirnya Kak Terry tahu aku suka sama dia. Terlalu cepat, karena niatku mau ngekode habis dia UN. Tapi, serius.
Aku. Nggak. Kuat. Lagi.
Berimbang dengan rasa gundah yang sampai-sampai membuatku merinding nggak karuan–serius. Aku merinding. Adrenalinku seakan-akan terpancing. Tapi, secara aku suka menantang adrenalinku, aku nggak merasa khawatir sama sekali. Dan, ketakutan itu menghilang seketika. Ketegangan kuperlakukan seperti makanan sehari-hari–aku begitu menikmatinya.
Masa laluku sama Ilham terulang lagi? Bring it on.
Oke, deh. Sekarang nggak mau aku pakai istilah-istilahan.
"Jadi, alasan spesifik, nih?".
"Ya." My God, aku benar-benar ketus. Itu jawabannya dengan nada rendah, lho.
"Kalau aku kasih tahu, kamu mau ngasih tahu siapa orangnya?".
Ah, justru aku yang harusnya nanya. Kamu siap kutembak, kah?
"Iya.".
"Oke, saya siap. Alasannya yah, jujur, saya cemburu.".
Swear, aku langsung terbelalak. Satu kata dalam pikiranku.
Bodoh.
Satu reaksi setelahnya. Aku langsung tertawa a la psikopat.
"HAHAHAHA!".
Berimbang pernyataanku dalam hati:
Yang seharusnya didefinisi gila itu aku.
Aneh, 'kan aku? Untung nggak ada orang tuaku di kamar. Kalau ada, mereka pasti menoleh ke arahku dengan tatapan heran seakan-akan anaknya sudah sakit jiwa. Well, psikopat sendiri artinya sakit jiwa, 'kan.
Dear my ally, you'll have a psychopath girlfriend.
Tapi, pura-pura jaim di depan dia–atau bisa dibilang itu sifat 'tameng', jadi nggak bisa kubilang pura-pura–aku balas saja seadanya.
"Tunggu dulu. Jadi, kakak suka sama saya?".
"Jangan shock, Ran. Ah, maunya sih habis UN. Yah, kecepetan, deh.".
Ngapain? Itu sama saja aku nggak bisa melihatmu lagi.
"Hahaha, jadi sekarang aku nggak perlu takut untuk kehilangan lagi, begitu? Yang kusukai itu kakak.".
Aku mau tahu apa reaksi mukanya waktu membacanya.
Oh, jadi, semuanya terjawab.
.
.
.
.
.
10 hari sebelumnya.
Selasa, 18 Maret 2014.
"Hah? Gimana bisa? Aku kok jadi kepo, sih?".
Buset. Sebegitunya, kah? Aku jarang ngobrol soal cinta, sih. Ngeliat Yasmin antusias tingkat dewa waktu kuceritain tragedi 8 Maret (ini tolol. 10 hari setelah kejadiannya, dan 10 hari sebelum–oke, aku tutup mulut dulu), aku langsung berubah menjadi cewek extrovert yang dengan gamblang menceritakan semuanya.
Sesi paling heboh itu, waktu aku ngasih tahu kata-katanya Kak Terry.
"Sialan yek, itu orang.".
Jujur saja, aku ada penafsiran lain sama kalimat itu. Tapi, please, don't be overconfident.
"DEMI APA DIA NGOMONG GITU, RAN?" Yasmin, ekspresimu benar-benar... Wew.
"Demi Allah," aku langsung bersumpah.
Mukanya Yasmin sama Fida. Ya ampun, bikin ketawa. Shock gimanaaaa ... Gitu.
"Gila, itu sih dia suka sama lu, Ran!" Timpal Yasmin seenak jidat–to be very honest, that's what I think. Tapi, sekali lagi. Jangan buat aku ge-er duluan, Yas. Jangaaaann.
"Nggak mungkin, nggak mungkiiinn," bantahku enteng. "Aku udah nanya sialan kenapa, terus dia jawab 'sialan aja, ngapain dia nembak pakai ask.fm, kocak aja', gitu.".
"Bohong. ALIBI ITU!" Demi apapun, si Fida dalem banget. "Dia tuh pasti mikir, 'sialan, gue keduluan nembak! Sama adik kelas gue lagi, haduh!' Hahahaha!".
Kocaknya, Fida benar-benar mengekspresikan wajahnya seakan-akan dia itu Kak Terry.
Mufidah, that's what I PERFECTLY think. Dasar otak bisnis.
Hebatnya, aku sama sekali nggak menyangka kalau dugaan Fida itu benar adanya.
Mungkin karena Yasmin selalu ngomong tiada henti. "Kalian pacaran aja," atau "pacaran aja kenapa?!" Dengan nada gue-nunggu-banget-lo-pacaran-Ran. Aduh, dido'ain.
.
.
.
.
.
Kembali ke 28 Maret 2014.
"... Serius kamu?".
Serius banget. Setelah apa yang kualami di SMP, kamu pikir aku nggak serius memilihmu?
Kamu adalah orang yang bisa mengganti posisi seorang Ilham Nugraha, bahkan lebih. Hah, cowok perfect yang selalu kupanggil Len Kagamine dan aku sebagai Rin Kagamine. Aku selalu memperhatikan sosok 'raja Laven' itu dari belakang. Ngestalk dia meskipun aku sudah lulus dari 89. Aku masih simpan penggaris yang patah gara-gara aku cemburu. Aku kesal.
Bodohnya, kamu benar-benar membuatku berpaling dari masa lalu. Aku yang awalnya nggak mau percaya lagi sama yang namanya kasih sayang itu–bisa-bisanya aku takluk.
Nggak bisa diampuni. Hukumannya, kau harus jadi pacarku.
Err, posesif.
Ah, rasanya aku mau nangis. Tapi, nggak bisa. Saking senangnya.
"Saya serius! Makanya, aku nggak mau kalau kakak sampai baca 'Who Are You?'... Di situ jelas-jelas tertulis, kalau saya suka sama kakak...".
Yeah, you're as Terry Bogard and I'm as Rock Howard.
"What the... Nggak heran kamu larang saya baca itu.".
"Ah... Aku nggak mimpi, 'kan?".
"Nggak, kamu nggak mimpi, Ran.".
.
.
.
Hey, my ally. We're sort of reflections, aren't we?
I always wish you won't disappear from my sight.
Because I want to see you in my mirror, forever.
Although this mirror is totally broken,
describing myself as a psycho who lived in the nightmare.
You'll always be my ally of justice.
Thanks for everything at our past, now, and our future.
.
.
.
Didedikasikan untuk penghuni kelas XII IPA 1, Irfan Pratomo Putra.
.
.
.
(( Ranku Kurogane ))
ih waw....
BalasHapusitu lebay Ran tapi cewek yandere? itu KEREN!
btw, Tery siapa yah? :3 (dengan nada mengejek)
Makanya kubilang juga apa, maaf kalau ini puitis pakai banget... Otakku 'kan otak sastra (kata Fida setelah kukatain otak bisnis). -_-
BalasHapusOh, God. Orang satu ini.
.......................... Kamu. Pemikir bodoh. -w-
sastra kamu, bisnis fida, terus yasmin ape?
BalasHapushuehehe, lucu deh reaksi kamu :3
Yaasmiinnn... Korea. /dibantai Yasmin.
BalasHapusHUAHAHAHAHA. Dia itu pakarnya Matematika! Si alim yang jago Matematika. XD
... Hueeeeeee. ;____;