Nothing much to say. Check it out.
.
.
.
.
.
Masih bertepatan pada tanggal 7 Maret 2014.
Apa?! Siapa kamu?!
Panik. Hanya itu yang kurasakan. Please. Banget. Itu. Apaan.
"Naaannniii?!! Anata wa dare desu ka?!".
Karena si pelaku bertanya dengan bahasa Jepang, otomatis aku jawab dengan bahasa Jepang juga, 'kan. Apa artinya? Sesuai dengan isi hatiku di atas. Seriusan, pernyataan itu membulatkan kesimpulanku kalau si anonymous ini penghuni J-Club. Dan, entah ini kebetulan atau bagaimana, di waktu yang bersamaan, aku juga lagi BBM-an sama Kak Terry.
Satu-satunya yang terlintas di pikiranku.
I need your help, Terry Bogard.
.
.
.
Bukannya berniat untuk memanfaatkan orang yang kusukai atau bagaimana. Tapi, Kak Terry itu ketua J-Club. Otomatis, dia kenal semua anggota aktif J-Club, 'kan. Kenapa harus yang aktif? Bagaimana mungkin anggota pasif bisa ngomong Jepang sefasih itu? Ayolah, hanya dia satu-satunya orang yang bisa kuandalkan untuk saat ini. Dari faktor kenyataan maupun perasaan.
To be very honest, topik pembicaraan kami ada-ada saja. Memang, nggak jauh dari sekolahan, sih. Waktu itu lagi ngobrolin soal kuliahan. Langsung to the point saja, ya.
"Kak, ada nggak, temen-temen kakak atau penghuni JC yang suka pakai ask.fm?".
"Ada kayaknya. Kenapa?".
"Tolong kasih listnya. Saya mau membongkar identitas seseorang.".
"Lah? Kamu mau ngapain, Ran?".
BLABLABLA. Terlalu panjang untuk menuliskan kembali.
"Lah, kok kocak, dah? Dia ngomong bahasa Jepangnya lancar atau nggak? Pakai Hiragana atau Romaji, gitu? Dan, kenapa kamu bisa yakin kalau dia itu anak JC? Sialan yek, itu orang.".
"Romaji, sih. 'Anata no koto ga suki deshita, tsukiatte kudasai'. Saya tanya temen saya yang fasih Jepang, itu artinya dia nembak. Faktornya agak aneh, sih. Karena dia bisa Jepang begitu. Eh, sialan kenapa, kak?".
"Itu yang nembak. Kenapa enggak nunjukkin identitasnya, kenapa harus pakai ask.fm, lucu aja. Kamu udah jawab dia? Kalau kamu enggak kenal orangnya jangan diterima, Ran. Kasusnya juga rada aneh, sih. Yang saya kenal suka pakai ask.fm itu cewek, Ran.".
"Aku sih, langsung tanya siapa dia. Ini kasusnya juga rada berbelit, sih. Dia mulai neror aku sejak aku deket sama seseorang, dan aku yakin kalau dia itu temennya si seseorang itu—err, kuceritain aja boleh?".
Oke, kasus ini memang terlalu ribet. Rasanya aneh saja kalau dia mau meladeniku yang kadangkala berjiwa detektif ini. Eh, pada dasarnya, dia memang masuk ke dalam kategori orang aneh, sih.
"Silahkan, Ran. Aku juga jadi kepo, deh. Wkwkwk.".
Nah, 'kan. Dasar orang aneh.
"Kelas 11 berarti, tuh. Yang tahu si Daiki cuma anak kelas 11 sama beberapa anak kelas 10. Haduh, ignore aja dia, nggak usah dilihat. Beneran, nih. Saya baru tahu kalau ada orang bisa ngestalk pakai ask.fm. Terus, ada lanjutannya?".
"Aku awalnya juga cuek bebek. Halah, lagi bosen. Ladenin aja. Mau tahu dia mau apa sama aku, gitu maksudku. Rada cuek memang, tapi asal nggak melanggar. Bisa kok, tambah lagi kalau dia ngefollow ask.fm aku, aku nggak bakalan tahu, soalnya ask.fm sudah diprogram untuk tidak memunculkan siapa followers aku, alias anonymous. Ada lanjutannya, kok.".
Dan, respon Kak Terry—Oh, God. Aku antara mau ketawa sama shock. Karena aku tahu dia nggak kayak aku yang kalau marah-ya-marah-aja. Dia lebih ke orang yang selalu menahan amarahnya.
"Saya jadi pingin ngatain dia g*bl*k deh, hadeeeehh.".
"Prediksi saya, kalau dia itu kakak kelas kamu yang pas lomba Maulid. Saya udah ngelihat fakta-fakta dan buktinya soalnya. Haduuuhhh.".
Dasar orang ISTJ. Kak, aku ini INFJ. Aku nggak ngelihat faktanya, aku lebih percaya ke feelingku sendiri dan kemungkinan yang ada.
"Nih, gini lho, Ran. Anak JC yang ikut Maulid itu cuma Raihan doang. Dan itu nggak mungkin soalnya dia udah punya pacar. Dia itu sok-sok pakai bahasa Jepang, koplak, deh. Udah, hiraukan saja. Atau tolak, Ran!".
Rasanya seperti dia itu benar-benar peduli sama aku. Ya, dia memang begitu orangnya.
"Tapi, nggak mungkin kalau itu Kak Aoyagi. Soalnya Kak Aoyagi itu populer. Aku malah yakinnya kalau itu temannya Kak Aoyagi yang tiba-tiba nanyain Kak Daiki itu. Sudahlah. Kalau misalnya dia memang nggak mau ngaku, aku tolak.".
Aku bohong. Aku juga mencurigai Kak Daiki. Tapi, ada alasan kenapa aku pura-pura nggak curiga ke Kak Daiki. Karena Kak Terry itu teman seperjuangannya sendiri—dan kalau sampai dia pelakunya, aku nggak tahu lagi apa yang bakalan dirasain Kak Terry. Aku tahu, kok. Mereka itu kalau ngobrol benar-benar kayak sahabat, padahal beda angkatan. Kak Daiki masih kelas 11, sementara Kak Terry sudah di atasnya.
"Bukannya apa-apa, Ran. Dia itu kocak atau apaan, deh. Hadeh. Jadi, kalau dia ngaku dia siapa, kamu terima?".
Nggak. Aku nggak akan terima. Kecuali kalau orang itu kamu.
"Nggak. Saya 'kan sudah bilang. Saya nggak mau membohongi hati saya sendiri. Tapi, kalau memang dia mau ngaku 'kan sama aja artinya 'I've killed my own curiosity'.".
"Ciaaatt, bahasanya mengandung arti yang dalam, tuh. Ya sudah, untuk sementara ini kamu diemin aja Ran, atau kamu mau aku bantuin untuk menyelesaikan kasus ini?".
Jelas saja dalam. Karena yang aku sukai itu kamu, pemikir bodoh. Dasar.
Dia itu ya, jiwa penolongnya tinggi dan itulah yang paling kusuka dari dia, tapi dia itu kelewat nggak peka soal cinta.NGGAK PEKA. Atau aku saja yang nggak pintar ngasih kode? Aku orangnya cuek begini, sih.
Dia itu ya, jiwa penolongnya tinggi dan itulah yang paling kusuka dari dia, tapi dia itu kelewat nggak peka soal cinta.
"Kiranya sih, saya butuh bantuan juga, karena saya enggak kenal banyak orang. Tapi, 'kan yang di sebelah sana mau ujian sekolah. Nggak repot?".
"Jiahahaha, serahkan saja sama diriku.".
Untuk sementara, kalimatnya turut mengakhiri topik itu dan digantikan dengan berbagai topik aneh.
.
.
.
Selain sama Kak Terry, aku juga lari ke soulmateku sejak es de. Siapa lagi kalau bukan Riri Hizaki, si telat mikir alias telmi. Dari dulu sampai sekarang, si cantik itu nggak pernah berubah. Tetap saja telmi. Tapi kalau aku boleh komentar, dia itu pakar cinta. Banyak banget mantannya, sih. Oke, daripada menghujat-hujat si rambut mulus satu itu, let's begin our conversation.
"Riri. Kayaknya gue harus mendobrak identitas stalker gue SECEPAT MUNGKIN di saat liburan ini, deh. BAYANGIN. Di ask.fm dia ngomong "anata no koto ga suki deshita! Tsukiatte kudasai!". Pas gue nanya si Aera artinya apaan, astagfirullah, gue ditembak?! Aaaaaaaaaaaa!".
Aku benar-benar sepanik itu di hadapan Riri.
"Tanya ke Kak Aoyagi, Ran. Tapi, maling mana ada yang mau ngaku ... Ntar penjara penuh. Tanya ke temannya aja, deh. Laki-laki yang selama ini dekat sama kamu siapa aja, Ran?".
'Ntar penjara penuh'. Bener banget.
"Anak kelas 10: Yoga, Yehezkiel, Reza, dan satu cowok lain yang sempat deket sama aku, tapi sejak aku marah-marah waktu drama Bahasa Indonesia, dia jadi takut. Kelas 11: Kak Aoyagi, Kak Daiki. Kelas 12: You know. And just him.".
"Kayaknya antara kelas 11 dan 12 deh, Ran.".
"Yang pinter Bahasa Jepang di kelas 11 siapa? Kalau yang kelas 12, jelas pinter. Semoga yang kelas 12, deh.".
Oh, God. Masih bisa saja Miss Telmi 2010 ini bergurau.
"Kak Daiki. Amin dah, amin!".
"Nah, kemungkinan dia, Ran... Tapi, kamu belum pernah cerita ke aku soal Kak Daiki. Kalau beneran yang kelas 12, berarti dia telah menotice kamu!".
What the hell.
"Aku sama Kak Daiki enggak dekat-dekat amat. Aku cuma suka minta bacain Kanji kalau sama dia. Tapi, Ri. Aku yakin itu bukan Kak Terry. Beneran.".
"Lalu siapa, dong? Mungkin, Kak Aoyagi minta bantuannya Kak Daiki?".
Sumpah, hipotesa yang satu ini a la Riri Hizaki banget.
"Nggak mungkin, mereka nggak dekat!".
Berakhir dengan kecurigaanku ke Kak Daiki seorang. Oh, Tuhan. Kuharap bukan dia. Kumohon.
Tapi, kenyataan berkata lain.
Pelakunya memang dia.
.
.
.
.
.
Sudah cukup dengan kemampuanku sebagai seorang indigo. Kenapa dugaanku harus selalu benar?
Usai menulis 'Who Are You? Part 1', dengan sengaja aku post linknya di Twitter. Sengaja? Iya. Mengikuti kata hati. Kenapa aku nggak takut ketahuan Kak Terry? Ngapain takut. Dia nggak pernah ngurusin Twitter. HAHAHAHA.
Tiba-tiba, Kak Daiki ngomong begini.
"Need help?".
"W-what?".
Jelas saja aku kaget. Reaksiku persis dengan kalimat yang kuketik untuk meresponnya.
Dan, responnya. Membuatku benar-benar langsung menghempaskan diriku ke dinding. Serius.
"Selama ini, itu adalah saya. Maaf, bukan bermaksud meneror, cuma penasaran. I thought you're an interesting person.".
Kalimat itu.
Persetan. Kenapa harus dia?
Aku benar-benar nggak habis pikir. Maksud semua ini apa?
Aku nggak bisa menduga seperti apa perasaannya setelah aku bilang orang yang kusukai itu teman seperjuangannya sendiri.
Dan, aku nggak bisa menduga lagi apa yang akan terjadi kalau Kak Terry sampai tahu semua ini.
.
.
.
.
.
.
(( Ranku Kurogane ))
Tidak ada komentar:
Posting Komentar